SINARALAMPOS.NET TUBAN – Program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) sering disebut dengan istilah sertifikasi tanah. PTSL merupakan wujud pelaksanaan dari kewajiban pemerintah untuk menjamin kepastian dan perlindungan hukum atas kepemilikan tanah milik masyarakat. Sebelum adanya jaminan kepastian hukum terhadap tanah, seringkali memicu terjadinya sengketa atau perseteruan atas tanah yang ada di berbagai wilayah di Indonesia.
Berbeda dengan Pokmas (kelompok masyarakat) PTSL Desa Ngadipuro Kecamatan Widang-Tuban, tanah yang masih bersengketa karena permasalahan ahli waris, tetap diproses oleh Pokmas PTSL, entah dasar hukum apa yang dipakai.
Perlu diketahui, sengketa tanah sendiri dibagi dalam tiga klasifikasi.
• Pertama, kasus berat yang melibatkan banyak pihak, mempunyai dimensi hukum yang kompleks, dan/atau berpotensi menimbulkan gejolak sosial, ekonomi, politik dan keamanan.
• Kedua, kasus sedang meliputi antar pihak yang dimensi hukum dan/atau administrasinya cukup jelas yang jika ditetapkan penyelesaiannya melalui pendekatan hukum dan administrasi tidak menimbulkan gejolak sosial, ekonomi, politik dan keamanan.
• Ketiga, kasus ringan yakni pengaduan atau permohonan petunjuk yang sifatnya teknis administratif dan penyelesaiannya cukup dengan surat petunjuk penyelesaian ke pengadu atau pemohon.
Sedangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemohon yang ingin mengikuti program PTSL adalah sebagai berikut :
1. Dokumen kependudukan yang berupa Kartu Keluarga (KK).
2. Kartu Tanda Penduduk (KTP).
3. Surat Tanah, bisa berupa Letter C, Akte Jual-beli, Akte Hibah, Berita Acara Kesaksian dan lain-lain.
4. Tanda batas tanah yang terpasang (Perlu diingat bahwa tanda batas tanah harus sudah mendapatkan persetujuan dari pemilik tanah yang berbatasan).
5. Bukti setor Bea Perolehan atau Surat Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPH).
6. Surat Permohonan atau Surat Pernyataan Peserta PTSL.
Dari persyaratan pengajuan PTSL di atas, Pokmas PTSL Desa Ngadipuro Kecamatan Widang, diduga tidak mengindahkan poin 3 dan poin 4, sehingga memicu permasalahan antara SKN dengan sepupunya berinisial ST.
Dari sejumlah keterangan yang dihimpun awak media mendapati bahwa tanah yang telah diajukan ST dan saat ini sudah bersertifikat, adalah tanah dari orang tua SKN, sedangkan ST adalah anak dari saudara kandung SKN yang bernisial KN. Diketahui pula SKN merupakan 4 bersaudara, jadi tanah yang saat ini dikuasai ST seharusnya dibagi 4 bagian, mengaingat ahli waris ada 4 orang. Tetapi entah mengapa, setelah program PTSL turun di Desa Ngadipuro Kecamatan Widang, tanah tersebut sudah bersertifikat atas nama ST, apakah ada kong kali kong Pokmas PTSL Desa Ngadipuro dengan ST, ataukah ada hal lain sehingga Pokmas PTSL tetap memproses sertifikat tanah tersebut tanpa adanya musyawarah internal keluarga SKN, ST serta anggota keluarga lainnya ditengahi oleh Pemerintah Desa Ngadipuro.
Penyelesaian sengketa tanah yang belum bersertifikat diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan, dalam UU tersebut dijelaskan bahwa kasus pertanahan adalah sengketa, konflik, atau perkara tanah yang disampaikan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang /Badan Pertanahan Nasional, kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional, dan kantor pertanahan sesuai kewenangannya untuk mendapatkan penanganan dan penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Yudi, selaku Ketua Pokmas PTSL Desa Ngadipuro Kecamatan Widang, saat dikonfirmasi awak media via WhatsApp, ia menjawab, “Njenengan konfirmasi Pak Sekdes nggih, saya takutnya salah Mas. Agendakan ketemu dulu nggih,” ungkapnya dalam chat WhatsApp.
Sedangkan, Ag selaku anak dari SKN, kepada awak media menceritakan, “Itu adalah tanah dari kakek-nenek saya, seharusnya ahli warisnya adalah 4 anak dari kakek-nenek saya, dan dibagi menjadi 4 bagian. ST seharusnya mendapat bagian dari orang tuanya, tidak menguasai 4 bagian itu sendiri,” pungkas Ag saat ditemui dikediamannya.
( Tim // red )
Komentar