SINARALAMPOS.NET LAMONGAN – Kirab dan pembukaan selubung Pataka atau lambang daerah, masih menjadi prosesi wajib di puncak Hari Jadi Lamongan (HJL), termasuk pada peringatan ke-454, Jumat (26/5/2023).
Keramaian masyarakat yang merayakan kirab sampai khidmatan pembukaan Pataka di Pendopo Lokatantra, juga menjadi suguhan potensial bagi para wisatawan yang datang ke Kota Soto itu.
Ketua Umum Panitia Peringatan HJL ke-454, Moh Nalikan mengungkapkan, prosesi puncak HJL menyesuaikan dengan hari. Karena bersamaan hari Jumat, maka kali ini prosesi diadakan pada siang hari.
Rangkaian prosesi tetap berpegang pakem di tahun-tahun sebelumnya. Yakni pembukaan selubung Pataka dan pemasangan Oncer Sesanti oleh Ketua DPRD, kemudian diserahkan kepada Bupati Lamongan, Yuhronur Efendi.
Pataka yang merupakan lambang daerah ini kemudian dikirab mulai pukul 14.00 WIB mengelilingi Kota Lamongan bersama seluruh jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Lamongan.
Meski dipanasi terik matahari, kirab Pataka tetap meriah dengan menyemutnya ribuan masyarakat Lamongan di alun-alun. Selama perjalanan kirab, masyarakat menyambutnya di sepanjang jalan yang dilintasi.
Berbagai kesenian daerah disuguhkan pada khalayak di delapan simpul jalan yang dilalui kirab, yaitu kesenian Reog di perempatan Lamongrejo, tepat di depan titik nol Lamongan juga ada kesenian Jaranan.
Sementara di Pendopo Lokatantra, Pataka dan Oncer Sesanti Lambang Daerah disambut kesenian campur sari, Uyon-uyon. Kirab berakhir di Pendopo Lokatantra dalam prosesi Pasamuan Agung.
Momen HJL pada tahun 2023 ini memang menyajikan atmosfer berbeda. Selain menjadi simbol kebebasan setelah tahun-tahun sebelumnya dibatasi pandemi Covid-19, juga karena busana adat khas Lamongan ditampilkan kembali ke khalayak.
Busana adat khas Lamongan itu dikenakan oleh semua peserta kirab, yang sekaligus menjadi sosialisasi kepada masyarakat. Secara umum memiliki ciri seperti pakaian adat khas Jatim, tetapi ada beberapa unsur penyusun berbeda untuk busana adat Lamongan ini.
“Menjadi kebanggaan bagi masyarakat Lamongan karena memiliki busana khas sendiri yang berakar kekayaan budaya lokal dan sudah dikenakan selama lima tahun, ” ujar Bupati Yuhronur.
Elemen khas dari busana adat khas Lamongan itu adalah penggunaan batik Singomengkok dan desain kebaya yang bernuansa Islam. Kebaya dibuat panjang hingga, lutut inilah yang membedakan dengan kebaya pada umumnya. Termasuk penggunaan hijab untuk perempuan, yang semakin mengentalkan nuansa Lamongan yang Islami tersebut.
Busana adat khas Lamongan ini merupakan perpaduan sejumlah budaya lokal. Seperti pengaplikasian kowakan pada busana pria yang mengambil ciri khas adat tambal sewu di Desa Sambilan, Kecamatan Mantup.
Sementara pengaplikasian batik Singomengkok pada udeng dan sembong pada busana pria serta jarit, pada busana perempuan merupakan bagian dari pelestarian budaya masyarakat Lamongan di wilayah Utara.
Desain batik ini terinspirasi dari gamelan Singomengkok yang digunakan Sunan Drajat dalam berdakwah. Selain itu ada penggunaan aksesori bros untuk kebaya yang menggunakan model teratai berjuntai dengan motif gunungan seperti di Sendang Dhuwur.
Sementara sebelum penyemayaman Pataka, Bupati Yuhronur menyerahkan sejumlah mobil sehat untuk beberapa desa dan kelurahan, serta mobil sehat untuk dua Puskesmas.
Editor ” Fauzi / Red
Perilis ” Fauzi
Komentar