oleh

Audiensi Garda Kemerdekaan dan Kesbangpol Kota Bandung Di Balai Kota, Jl. Wastukencana No. 2, Bandung.

Bandung – Pada hari Kamis, 1 September 2022, Garda Kemerdekaan mengirim surat No. 001/IX/GKACT/2022 kepada Pemerintah Kota Bandung perihal permintaan audiensi klarifikasi dan verifikasi atas kehadiran Walikota Bandung pada peresmian Gedung Dakwah ANNAS (Aliansi Nasional Anti Syiah), hari Minggu 28 Agustus 2022.

 

Pada hari Senin, 5 September 2022, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Pemerintah Kota Bandung mengirim surat balasan No. TU.01.02/1589-Kesbangpol/IX/2022 berisi undangan koordinasi mewakili Walikota Bandung kepada Garda Kemerdekaan pada hari Selasa, 6 September 2022 pukul 11.00 WIB di ruang tengah Balai Kota Bandung.

 

Pada hari Selasa, 6 September 2022 pukul 10.50 WIB Tim Garda tiba di lokasi namun lokasi acara dipindah secara sepihak oleh Kesbangpol. Sebagai bentuk protes, Sekretaris Jenderal Garda Kemerdekaan, Fuad Rinaldi, melakukan orasi di front office Pemkot Bandung. Tidak lama kemudian, petugas resepsionis mengantarkan Tim Garda ke ruang pertemuan lain pada pukul 11.05 WIB.

 

Pertemuan dimulai pada pukul 11.10 WIB dibuka oleh Bambang Sukardi, Kaban Kesbangpol (Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik) Kota Bandung yang menyilakan Sekretaris Jenderal Garda Kemerdekaan Fuad Rinaldi yang juga menjabat Ketua Umum Ikatan Alumni Muda UNPAD dan pengurus pusat IKA UNPAD untuk menyampaikan maksud dan tujuannya.

 

Fuad mengawali nota protesnya dengan menyoroti kehadiran Yana Mulyana selaku Walikota Bandung pada acara peresmian Gedung Dakwah ANNAS pada hari Minggu 28 Agustus 2022. Fuad mempertanyakan tiga poin penting: 1) Maksud dan tujuan Walikota Bandung dan perangkatnya, Ketua DPRD dan Wakil Ketua DPRD, yang menghadiri peresmian gedung dakwah ANNAS; 2) Mempertanyakan apakah ANNAS memiliki keterikatan dan/atau kerjasama MOU dengan pemkot Bandung dalam hal keseharian aktifitasnya; 3) Mempertanyakan apakah Walikota Bandung secara pribadi atau instansi turut menyumbang, menggalang dana atau mendukung dalam bentuk apapun dalam rangka memperkuat posisi ANNAS.

 

Fuad merujuk pada ketentuan UU Ormas Pasal 3 bahwa pendirian dan tujuan ormas tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45. Fuad heran bagaimana ANNAS bisa berdiri, diakui eksistensi, dan didukung kegiatannya padahal bertentangan dengan Hak Asasi Manusia yang tercantum dalam UUD Pasal 28, jaminan kebebasan beragama pada Pasal 29.

 

Fuad menyatakan Garda Kemerdekaan tidak menolak Walikota Bandung dan pendukung ANNAS secara pribadi, tapi menolak lembaga ANNAS yang mencederai kebebasan beragama, yang namanya saja sudah mengajak orang atau masyarakat untuk anti kepada satu golongan.

 

Karena itu, kata Fuad, Garda Kemerdekaan menuntut Walikota Bandung: 1) Meninjau kembali tentang peresmian Gedung Dakwah ANNAS, mencopot nama ANNAS yang menempel di gedung tersebut, dan bahkan bila perlu menyegelnya; 2) Walikota Bandung meminta maaf kepada seluruh elemen bangsa khususnya warga Kota Bandung karena dukungannya kepada ANNAS telah menjadi preseden buruk bagi lahirnya benih-benih intoleransi di berbagai daerah di Jawa Barat dan daerah-daerah lain di Indonesia, yang berujung pada rusaknya kebhinekaan; 3) Walikota Bandung mengeluarkan perda atau peraturan toleransi yang menjamin kelompok Islam Syiah dan kelompok minoritas lainnya sebagai bentuk menjaga kesatuan dan persatuan bangsa.

 

Sebelum menyampaikan tanggapannya, Kepala Badan Kesbangpol Bambang Sukardi, menginformasikan bahwa acara ini dihadiri oleh unsur jajaran Kejaksaan, Bakorpakem, Polrestabes, Kodim, Kemenag, Kesra, bagian hukum, Binda, FKDM, dan FPK. Bambang menyatakan Walikota memerintahkannya untuk memfasilitasi audiensi dengan keluarga besar Garda Kemerdekaan karena sedang ada kegiatan di luar daerah yang tidak bisa diwakilkan.

 

Bambang menjelaskan kehadiran Walikota  dengan jajarannya pada acara ANNAS berdasarkan UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa posisi kepala daerah melekat sebagai administrator pembangunan, kemasyarakatan dan pemerintahan. Sekadar, “Memenuhi undangan warga masyarakat intinya. Tidak ada dalam artian tendensi kepada salah satu keberpihakan. Beliau ingin memberikan pelayanan kepada warga masyarakat bahwa disana ada peresmian gedung dakwah. Beliau hanya terfokus pada gedung dakwahnya.” Mengapa hadir pula para camat dan jajaran yang lain, itu adalah etika birokrasi. Kalau ada pimpinan hadir di wilayahnya, tidak diminta hadir pun juga pasti kita mendampingi. Sedangkan masalah legalitas ANNAS, menurutnya, adalah kewenangan pemerintah pusat, dalam hal ini Kemenkumham.

 

Bambang mengajak Garda bagaimana mencari solusi, jangan sampai menjadi permasalahan ke depan. Bandung harus tetap kondusif, sejalan dengan visi Bandung yaitu Bandung yang Unggul, Nyaman, Sejahtera dan Agamis. Bambang mengapresiasi usulan penerbitan regulasi yang menjamin toleransi kehidupan bermasyarakat di Kota Bandung secara luas. Perbedaan tidak menjadi pemicu, tapi menjadi suatu kekuatan. Karena Kota Bandung sangat majemuk, plural, kota perkuliahan yang terdiri dari berbagai macam agama, ras, suku, bangsa.

 

Bambang memberitahukan bahwa Selasa malam ini (6/9/2022) ia akan berangkat ke Surabaya dan Malang untuk studi banding terkait toleransi di sana, apakah ada produk hukum, perwal, perda ataupun pergub tentang kehidupan bermasyarakat disana. Hasil kunjungan tersebut akan dimodifikasi di Bandung dengan mengundang para pihak termasuk Garda, komunitas Syi’ah, Kabuyutan. Kalau perlu ANNAS pun kita undang agar mereka bisa memahami bahwa di Bandung kita harus berpijak pada aturan, tidak boleh ada pihak yang memaksakan kehendak. Dalam rilis pun Walikota menyatakan akan menindak tegas warga masyarakat yang melakukan pelanggaran.

 

Firman, pendekar silat dan penggiat Garda Kemerdekaan, yang turut hadir menyatakan, sebenarnya masalah ini dipicu oleh Walikota sebagai administrator negara yang memercikkan konflik antar suku, agama, ras dan antargolongan di Bandung. Mengapa Walikota tidak menelusuri terlebih dahulu apa yang mau diresmikannya? Berarti ada kelalaian dari Walikota dan jajarannya. Karena di dalam nama ANNAS memuat kata ANTI. Ke depannya bisa jadi anti ras, agama, dll.

 

“Atas dasar apa Walikota menghadiri peresmian gedung ANNAS? Apakah salah masukan, salah bisikan, tidak ada kajian, kelalaian, atau bagaimana? Mengapa lembaga yang anti ini bisa masuk ke Kota Bandung? Ini yang memancing Kota Bandung tidak kondusif. Seharusnya Walikota secara administrasi melakukan kajian atas apa yang mau diresmikan. Kan, begitu seharusnya, Pak. Tidak langsung asal ujug ujug!” kata Firman dengan nada keras.

 

Firman menyayangkan Ketua, Wakil Ketua DPRD Kota Bandung dan anggota dewan lainnya yang ikut hadir pada acara ANNAS tersebut. “Berarti mereka mengelola intoleransi di kota Bandung ini asal asalan” tudingnya.

 

Firman tidak mempermasalahkan apa pun nama lembaga. Tapi kalau namanya sudah anti satu golongan, ini akan memercikkan praktik intoleransi, konflik SARA, perang saudara, bunuh bunuhan. Korbannya akan banyak.

 

Firman menuntut permohonan maaf Walikota. “Kami meminta Pak Wali press release meminta maaf bahwa ada kelalaian. Dan untuk menjaga kondusifitas Kota Bandung, menutup gedung ANNAS, minimal ganti nama dengan gedung dakwah umat Islam. Jangan pakai anti golongan terhadap sesuatu Pak, ini menjadi preseden buruk nantinya, memicu perang saudara. Ini yang kami khawatirkan, Pak. Karena dua kubu yang awam di bawah itu tidak menahu mereka. Ini kebijakan fatal ketika Walikota menghadiri peresmian gedung ANNAS. Itu yang kami mau, Pak. Segera.”

 

Maulana Muslim, Ketua Dewan Pengawas Garda Kemerdekaan memulai pandangannya. “Dulu 10 atau 15 tahun yang lalu saya sering ke sini (Balaikota) sebagai Ketua Umum HMI Cabang Bandung. Jadi saya sangat mengenal sekali. Istilahnya, seperti jalan ka cai. Dulu, kebijakan-kebijakan Walikota itu tidak aneh-aneh, tidak nyeleneh.”

 

Maulana mengapresiasi Walikota saat ini sebagai pemangku kebijakan yang mau menaungi, menghadiri serta mengayomi semua lapisan masyarakat. Tapi sayangnya menjadi sangat kontra produktif karena Walikota sebagai pejabat publik meresmikan satu gedung dakwah yang ternyata anti golongan tertentu.

 

“Kami tidak membela Syi’ah, tidak membela kelompok mana pun. Tapi kami membela kebhinekaan, membela kohesi sosial yang saat ini sedang harmonis di Kota Bandung. Jangan sampai peresmian gedung ANNAS oleh pejabat Walikota yang notabene sebagai pejabat publik, memantik benih-benih perpecahan.” Lanjut Maulana.

 

Maulana mengkritik jajaran Walikota yang menurutnya tidak cermat saat menerima undangan ANNAS. “Coba, ketik di Google, apa itu ANNAS, track record-nya seperti apa, ujaran kebencian yang disampaikan oleh organisasi ini seperti apa. Kalau peresmian agenda suatu kelompok yang anti kelompok tertentu itu dibiarkan, bisa jadi nanti ada yang meresmikan gedung Anti Madura, Anti Padang, dan itu sah sah saja. Karena tak ada tindakan dari Walikota. Tidak ada permintaan maaf, hanya klarifikasi bahwa dia sebagai pejabat publik.” katanya.

 

“Supaya isu ini tidak menggelinding terus ke atas, tentunya kita ingin membuat suatu legacy, suatu warisan ke depan buat anak-anak kita 5, 10, 15 tahun, 20 tahun bahkan 100 tahun yang akan datang, supaya tidak ada lagi yang seperti ini. Maka yang pertama adalah ada klarifikasi dan permohonan maaf dari Walikota. Yang kedua, kita sama-sama duduk berembug membuat satu peraturan, bisa dalam peraturan Walikota yang lebih cepat, yang instan, atau yang lebih lambat seperti perda. Paling cepat Keputusan Walikota karena bisa langsung. Kami siap bekerja sama agar preseden buruk seperti ini tidak terulang lagi diwaktu yang akan datang.”

 

“Jika tidak ada tanggapan dari Walikota, maka Garda akan meneruskan masalah ini sampai Ombudsman dan menggugat secara legalitas, apakah ANNAS mempunyai izin di Kesbangpol? Kami mendapat info bahwa ANNAS tidak terdaftar di Kemendagri. Kalau ANNAS terdaftar di Kemenkumham, kan aneh. Nanti kita akan gugat juga. Yang jelas, kalau Pak Walikota sampai sekarang ini tidak memberikan klarifikasi dan permintaan maaf, kita akan gas sampai dengan ujungnya ini seperti apa. Kita tidak ingin kisruh. Kita cuma ingin membuat warisan yang kondusif, bagaimana supaya kejadian seperti ini tidak terulang lagi dimasa yang akan datang. Kita tidak mau masuk dalam urusan politik. Kalau ada yang mau memanfaatkan masalah ini untuk isu politik, ya silakan saja.” Kata Maulana menutup pandangannya.

 

Agus Salide, Sekretaris Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) memberikan tanggapan. Menurutnya, pemerintah harus berbesar hati menerima koreksi karena pemerintah itu bukan pribadi. “Merupakan hal yang baik warga negara menyuarakan pendapatnya. Kalau ada koreksi, pemerintah harus berbesar hati karena pemerintah itu bukan pribadi. Tidak semua orang menyenangi kita, itu wajar karena ini adalah negara demokrasi. Dalam masalah konstitusi, Hak Asasi Manusia itu dibatasi. Begitu ada undang undang, saat itu juga hak asasi dibatasi. Toleransi juga ada batasan, tidak boleh terlalu menyimpang. Saya pikir, perda toleransi itu solusi yang paling penting karena pemerintah bukan hanya pamong, tapi juga panteng. Pamong melindungi, dan panteng sebagai law enforcer di mana kebebasan/hak asasi kita dibatasi karena ada orang lain yang berbeda dengan kita.” katanya.

 

Setelah mendengar kritik dan saran dari Garda, Bagian Hukum Pemkot Bandung menyadari bahwa mereka harus mengecek ke Kemenkumham apakah ANNAS sudah terdaftar atau berbadan hukum. Tapi minimal terdaftar. Karena tindakan permusuhan agama itu dilarang. Sanksi administrasinya berupa pencabutan pendaftaran, yang artinya pembubaran. Saat ini Pemkot Bandung belum mempunyai payung hukum yang menjamin kehidupan bermasyarakat Kota Bandung. “Kami izin mempelajari dulu ya, Pak. Kira-kira apa yang cocok, substansinya seperti apa untuk melindungi keberagaman masyarakat.” Katanya.

 

Abdul Choliq Wijaya, mantan Ketua Umum HMI Cabang Bandung tahun 1984, turut berkomentar. “Saya menyaksikan ANNAS sebagai organisasi yang gerakannya masif dan mengerikan, tidak nasionalis dan tidak Islami. Seharusnya departemen agama dan Kesbangpol sejak awal minimal mengganti (nama ANNAS) itu. Entah Pembela Aqidah Ahlussunnah, atau apa. Kok, tidak sadar, merasa dirinya Tuhan, merasa diri paling benar. Saya bukan Syi’ah. Di dunia ini tapi nggak begitu juga Indonesia, ga ada di dunia yang bikin malu Bandung, nggak ada di dunia yang anti dilegalkan sampai walikota ga mikir ya diwakilkan kek, Saya malu sebagai warga Bandung. Kalau bisa nama ANNAS diganti kalau mau terus eksis di Bandung. Mereka perlu dikasih kesadaran, ini masalah hak asasi setiap warga.”

 

Bachtiar Hasibuan dari Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Kota Bandung merasakan kehidupan harmonis di Bandung. “Nama saya Bachtiar Hasibuan, sudah 40 tahun di (Bandung) sini, Pak. Di sini enak, nyaman, tidak memandang suku, agama, dan segala macam. Walaupun orang Sunda, orang Batak, kita sama-sama saling harmonisasi, tidak hanya toleransi. Harmonisasi itu kita memikirkan juga perasaan pihak lain. Kita ambil positifnya. Ada pun dinamika yang timbul, seperti kritik dan lain sebagainya adalah tandanya kehidupan. Kalau tidak ada kritik begini, mungkin tidak ada perubahan.”

 

Kaban Kesbangpol Bambang Sukardi terus terang sangat mengapresiasi silaturahim audiensi ini. “Kritikan yang disampaikan oleh Kang Firman dan Kang Maulana menjadi pemicu yang positif buat saya sebagai kepala Kesbangpol bahwa hal ini tidak boleh terulang lagi ke depan. Insya Allah, nanti malam, seizin Pak Walikota, saya akan studi banding ke Surabaya dan Malang untuk mencari hal-hal yang terkait dengan regulasi tentang toleransi kehidupan bermasyarakat. Nanti saya akan sampaikan pada Pak Walikota.”

 

Sepulang dari Surabaya dan Malang, Kesbangpol dibantu bidang hukum akan membuat konsep regulasi dengan mengundang pihak lain termasuk keluarga besar Garda Kemerdekaan untuk memberikan masukan.

 

Secara implisit Kaban Kesbangpol mengakui kelalaian dalam mengingatkan sehingga Walikota meresmikan gedung dakwah ANNAS. “Nah, sebetulnya bukan salah Pak Wali, (tapi) salah saya sebagai kepala Kesbangpol (tidak) mengingatkan (undangan ANNAS). Begitu intinya. Makanya kenapa hal itu bisa terjadi. Karena pada saat itu kondisi saya sedang terpapar (Covid), jadi saya tidak bisa memberikan (masukan) dan hadir pada saat itu.”

 

Muhammad Rai Satria, Direktur Eksekutif Pemilu Watch Indonesia dan penggiat Garda Kemerdekaan, mengingatkan bahwa Kaban tidak menjawab poin-poin utama yang tertulis dan dibacakan oleh Sekjen Garda Kemerdekaan, apakah ada keterlibatan, bukti aliran dana dari Walikota ataupun Pemerintah Kota Bandung terhadap pembangunan gedung dakwah tersebut. “Itu perlu dibuktikan dalam bentuk transparansi alokasi anggaran yang sudah ada.” tegasnya. Kedua, kalau terbukti ANNAS tidak terdaftar atau tercatat di Kemenkumham, apa konsekuensinya bagi Walikota yang menghadiri tanpa ada legitimasi legalitas dari ormas tersebut.

 

“Kita semua yang hadir di sini sepakat bahwa kita akan menjaga kondusifitas, toleransi dan lain sebagainya. Tetapi dengan adanya keterlibatan Walikota dengan datang menghadiri acara ormas yang belum jelas titimangsanya, legalitasnya, kedudukannya apakah ANNAS ini sudah terdaftar di Kesbangpol atau belum? Itu belum terjawab. Lantas, kenapa dihadiri oleh Walikota? Siapa yang harus bertanggung jawab? Sebab pribadi Pak Yana Mulyana dan Walikota tetap melekat pada dirinya, tidak bisa dipisahkan. Siapa yang harus bertanggung jawab? Yang menjadi tuntutan kami sebetulnya, harus ada penjelasan kepada publik kenapa dia hadir di situ. Kalaupun tidak terbukti adanya pendaftaran yang sah dari Kemenkumham atau Kesbangpol atau sesuai dengan mekanisme undang-undang keormasan, dia harus bertanggung jawab menjelaskan itu pula dan meminta maaf pada publik. Kemudian Pak Walikota harus berani juga melampirkan bukti apakah ada atau tidak ada aliran dana untuk pembangunan gedung dakwah tersebut. Itu harus jelas, tidak bicara normatif kalau kita serius bicara soal kondusifitas Kota Bandung.”

 

Fuad meminta deadline jawaban Walikota dan Kesbangpol. “Jadi tidak ada keputusan yang mengambang atas semua permintaan dan masukan kami. Kalau tidak ada deadline, ini sama dengan obrolan warung kopi.”

 

Bambang menjawab, mengingat Walikota sedang ada kegiatan di luar daerah dan Kaban Kesbangpol juga akan berangkat ke Surabaya dan Malang, maka apa-apa yang disampaikan oleh Garda Kemerdekaan akan segera dikomunikasikan. Sedangkan yang terkait dengan anggaran, nanti akan dicek dengan Bappelitbang (Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan) Bandung, apakah betul ada aliran dana ke ANNAS untuk kegiatan program, pembangunan sampai peresmian gedungnya.

 

Sebelum menutup acara, Bambang menegaskan bahwa ANNAS tidak tercatat di Kesbangpol. “Kalau untuk masalah ANNAS apakah tercatat di Kesbangpol, saya tegaskan belum pernah tercatat atau terlapor. Untuk masalah legalitas apakah ANNAS tercatat juga di Kemendagri atau Kemenkumham, nanti kita akan koordinasi dengan jajaran Kemenkumham dan Kemendagri.” [**]

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *